GAPKI: Perlu Pembangunan Industri Kelapa Sawit yang Berkelanjutan
>> Selasa, 03 Agustus 2010
Isu-isu lingkungan terus saja menghadang proses industrialisasi kelapa sawit di Indonesia. Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) menilai selama ini isu-isu lingkungan yang dikemas dalam kampanye negatif sangat mengganggu industri kelapa sawit di dalam negeri.
Untuk itu menurut Ketua GAPKI Pusat, Joefly J. Bahroeny, perlu adanya strategi yang dipersiapkan oleh pelaku industri sawit di Indonesia untuk bisa meyakinkan negara-negara importir crude palm oil (CPO) dari Indonesia terutama negara-negara Eropa agar tidak terpengaruh terhadap kampanye-kampnye negatif yang dilancarkan oleh kalangan LSM lingkungan.
”Kita melihat adanya isu-isu tersebut sangat merugikan kita semua, tidak saja kita yang di GAPKI, tapi masyarakat yang menggantungkan hidupnya dari kegiatan perkebunan kelapa sawit juga ikut terganggu,” ujarnya pada Seminar Nasional yang dilaksanakan oleh GAPKI Riau di Hotel Ibis Pekanbaru, Rabu (28/7/2010).
Joefly menilai peran industri kelapa sawit di Indonesia sangat besar sekali, seperti peningkatan pendapatan petani dan masyarakat, penyediaan bahan baku untuk penciptaan nilai tambah bagi industri pengolahan di dalam negeri dan juga peningkatan devisa non-migas bagi negara.
“Selain itu juga membantu pengembangan wilayah melalui pengembangan ke seluruh Indonesia dan penyediaan kesempatan kerja bagi jutaan orang di pedesaan. Pelestarian sumber daya alam karena pemerintah mengarahkan pengembangannya untuk memanfaatkan lahan-lahan terlantar,” tembahnya.
Namun diakuinya ada masalah besar yang dihadapi pelaku industri kelapa sawit di Indonesia dewasa ini. Salah satunya masalah emisi karbon. Masalah ini bisa timbul akibat adanya deforestasi, degradasi hutan, kehilangan biodiversitas, dan konversi lahan gambut untuk pembangunan perkebunan kelapa sawit.
Namun akar persoalannya adalah pembangunan perkebunan kelapa sawit didasarkan pada penggunaan peta kawasan hutan dan tata ruang yang sudah out of date atau tidak jelas legalitasnya. “Dan juga tidak mengindahkan pembangunan kelapa sawit berkelanjutan. Distorsi pada proses perizinan dari Pusat hingga Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota pada usaha di industri kelapa sawit,” jelasnya.
Ditambahkan Joefly, saat ini implementasi UU Tata Ruang di daerah juga masih lemah. Untuk itu perlu didorong pembaruan peta dan peraturan tata ruang, mendorong penguatan dan penegakan hukum tata ruang. “Juga mendorong pengaturan kembali perizinan usaha kelapa sawit, mendukung penerapan pembangunan berkelanjutan,” tambahnya.
Caranya tentu saja melalui sertifikasi RSPO, kemudian juga negosiasi bilateral Indonesia dengan negara anggota EU-27. selain itu juga sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO), moratorium konversi hutan alam dan lahan gambut, peningkatan produktivitas dan efisiensi.
“Kemudian pemanfaatan areal penggunaan lain (APL) dan lahan terlantar untuk perluasan kebun kelapa sawit, melakukan promosi minyak sawit langsung ke pasar internasional dan terakhir tentunya kampanye anti negative campaign,” pungkasnya. (*)
sumber:http://riaubisnis.com/index.php/agriculture-mainmenu-109/pertanian-news/42-pertanian/1296-gapki-perlu-pembangunan-industri-kelapa-sawit-yang-berkelanjutan