Untuk Info Training, in House Training, Konsultansi, Membangun Sistem (ISPO, ISO Series, OHSAS, SMK3), Kajian, Pendampingan serta Modul untuk Perbaikan dan Peningkatan Kinerja unit di Perusahaan silahkan kirim email alamat berikut: trainingperkebunan@gmail.com

Training and Consultancy


Training

1. Manajemen Produksi Tanaman Kelapa Sawit
2. Kultur Teknis Kelapa Sawit
3.Pengelolaan Hama dan Penyakit Tanaman Kelapa Sawit
4. Peningkatan Kompetensi Teknis dan Manajerial Asisten dan Mandor Tanaman
5.Penerapan dan Kriteria RSPO dan ISPO
6. Sertifikasi Asisten dan Mandor Tanaman
7. Minimalisasi Kehilangan Minyak dan Peningkatan Rendemen Pabrik Kelapa Sawit.
8. Manajemen Pemeliharaan Pabrik Kelapa Sawit Berdasarkan Pengendalian Biaya dan Kehandalan Mesin
9.Pengendalian dan Pemanfaatan Limbah Pabrik Kelapa Sawit
10.Manajemen dan Teknik Pencegahan Kecelakaan Kerja dan Kerusakan Aset Pabrik
11.Pengoperasian dan Pemeliharaan Boiler dan Turbin di Pabrik Kelapa Sawit
12. Manajemen Energi di Pabrik Kelapa Sawit
13. Sertifikasi Asisten dan Mandor Pabrik Kelapa Sawit
14. International Financial Reporting Standards (IFRS) Perusahaan Perkebunan
15.Best Practices Internal Auditing Perusahaan Perkebunan
16.Peningkatan Kompetensi KTU dan ATU Perusahaan Perkebunan.
17.Pengendalian Biaya Perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit

Consultancy
1. Technical Assistant for Improvement Palm Plantation and Palm Oil Mill
2. Integrated Solution to Improve Performance of Palm Plantation and Palm Oil Mill
3. Advanced Quality System for Palm Plantation
4. ISO series (9001,14000 etc)
5. OHSAS 18001 dan SMK3

Ekspor CPO Capai 4,65 Juta Hingga April 2010

>> Rabu, 26 Mei 2010

Angga Aliya - detikFinance
Jakarta - Volume ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) selama Januari hingga April 2010 mencapai 2,5 juta ton dan produk turunannya 2,15 juta ton. Ini artinya total ekspor CPO dan produk turunannya menjadi 4,65 juta ton yang lebih tinggi dari periode sama tahun lalu sebesar 4,61 juta ton.

Demikian dikutip detikFinance dari siaran pers Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) , Selasa (25/5/2010).

Berdasarkan ekspor negara tujuan pada periode Januari-April, India menjadi pangsa pasar terbesar CPO Indonesia dengan jumlah permintaan 1,16 juta ton, sementara Cina menempati konsumen utama produk turunan sebesar 543.688 ton.

"Walaupun tudingan miring dan kampanye negatif terhadap industri kelapa sawit nasional gencar dilakukan tetapi peningkatan volume ekspor ini membuktikan produk CPO asal Indonesia tetap diminati oleh negara-negara lain," pengurus Gapki, Fadhil Hasan.

Hal ini, lanjut Fadhil, membuktikan masyarakat internasional mempercayai itikad baik dan komitmen industri kelapa sawit dalam menerapkan praktek budidaya yang ramah lingkungan.

Sementara itu volume ekspor CPO dan produk turunannya pada April ini berjumlah 1,028 juta ton. Rincian ekspor CPO dan produk turunan menurut negara tujuan adalah:

  • Bangladesh sebanyak 55.947 ton
  • China sebesar 140.851 ton
  • India berjumlah 367.697 ton
  • Eropa mencapai 219.190
  • Amerika Serikat sebanyak 13.120 ton
  • Negara lain sebanyak 231.677 ton.

Benturan Kebijakan

Fadhil juga menjelaskan, kegairahan upaya peningkatan produksi CPO dan peningkatan ekspor serta pengembangan pasar luar negeri yang makin luas serasa bertepuk sebelah tangan.

"Ini adalah kesempatan emas bagi Indonesia untuk membuktikan, tidak saja sebagai negara produsen minyak kelapa sawit terbesar di dunia tapi sekaligus juga negara produsen dengan tingkat daya saing yang paling kompetitif," jelasnya.

Namun, ketidaksinkronan peraturan maupun kebijakan yang dikeluarkan antar departemen maupun antara pemerintah pusat dengan daerah, mengakibatkan investasi perkebunan kelapa sawit semakin sulit berkembang.

Sebagai contoh, ketidaksamaan persepsi antara pemerintah pusat dengan daerah dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) mengakibatkan tak kunjung tuntasnya beleid ini. Di Kalimantan Tengah, areal perkebunan kelapa sawit seluas 900.000 ha yang telah mengantungi izin dari pemerintah daerah terancam proses hukum karena dianggap tumpang tindih dengan kawasan hutan menurut tata ruang nasional.

Disamping itu, masih terdapat ratusan ribu hektar konsesi lahan yang ijinnya sudah dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah tetapi belum dibuka karena masalah tumpang tindih dengan hutan akibat belum tuntasnya masalah tata ruang tersebut. Akibat dari ketidakpastian ini mulai timbul keragu-raguan investor untuk meneruskan usahanya.

Jika hal ini terjadi maka dampak ekonomi dan pembangunan akan sangat merugikan, bahkan secara nasional. Menurut perhitungan, nilai investasi perkebunan dan industri kelapa sawit di Propinsi Kalimantan Tengah diperkirakan bernilai Rp 5,4 triliun.

Jumlah tenaga kerja yang saat ini menggantungkan pada industri kelapa sawit di propinsi itu sekitar 250.000 kepala keluarga atau kurang lebih 750.000 jiwa. Jika investasi sebesar Rp 5,4 triliun tersebut terganggu dan tertunda investasi barunya di sektor industri kelapa sawit akibat investor menunggu kepastian hukum, bisa dibayangkan dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi Kalimantan Tengah maupun nasional. Kasus seperti ini tidak hanya terjadi di Kalimantan Tengah, tetapi juga beberapa provinsi lainnya.

Sementara itu, Ketua Gabungan Pengusaha Perkebunan Indonesia (GPPI), Kalteng, Teguh Patriawan membeberkan, sebenarnya akan ada investasi baru untuk pengembangan lahan kelapa sawit seluas 1 juta ha di Kalimantan Tengah, tetapi belum terealisasi karena mesti menunggu penyelesaian RTRWP. Padahal, pengembangan lahan baru tersebut dapat menambah total luas lahan kelapa sawit hingga 2 juta ha.

"Tetapi saya yakin RTRWP ini dapat selesai, walaupun memang harus menunggu titik temu diantara pemerintah pusat dan daerah," kata Teguh.

Di tengah ketidak proses sinkronisasi RTRWP (Kalteng), Pemerintah malah mengeluarkan PP No. 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan, yang mana PP tersebut tidak saja menyulitkan perolehan ijin pelepasan kawasan hutan, tetapi juga mengancam keberadaan perkebunan yang saat ini sudah berjalan dan berproduksi.

Sebut saja misalnya dalam pasal 52 PP No 10 tahun 2010 disebutkan: kawasan hutan produksi yang telah diberikan persetujuan prinsip pelepasan kawasan hutan untuk usaha perkebunan kepada badan usaha sebelum berlakunya Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, maka badan usaha wajib menyerahkan lahan pengganti dengan ratio 1 : 1.

Gapki berpendapat, peraturan pemerintah tersebut dapat mempersulit bahkan mengancam kelangsungan usaha perkebunan kelapa sawit yang telah beroperasi sebelum tahun 1999.

elain itu dengan keluarnya PP No. 10 Tahun 2010, masalah tumpang tindih perkebunan dengan kawasan hutan yang masih dalam proses sinkronisasi dan penyelesaian kini menjadi masalah hukum dan aparat penegak hukum telah mulai melakukan penyelidikan.

Sumber:http://us.detikfinance.com/read/2010/05/25/180710/1364007/4/ekspor-cpo-capai-465-juta-hingga-april-2010

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Back to TOP