Untuk Info Training, in House Training, Konsultansi, Membangun Sistem (ISPO, ISO Series, OHSAS, SMK3), Kajian, Pendampingan serta Modul untuk Perbaikan dan Peningkatan Kinerja unit di Perusahaan silahkan kirim email alamat berikut: trainingperkebunan@gmail.com

Training and Consultancy


Training

1. Manajemen Produksi Tanaman Kelapa Sawit
2. Kultur Teknis Kelapa Sawit
3.Pengelolaan Hama dan Penyakit Tanaman Kelapa Sawit
4. Peningkatan Kompetensi Teknis dan Manajerial Asisten dan Mandor Tanaman
5.Penerapan dan Kriteria RSPO dan ISPO
6. Sertifikasi Asisten dan Mandor Tanaman
7. Minimalisasi Kehilangan Minyak dan Peningkatan Rendemen Pabrik Kelapa Sawit.
8. Manajemen Pemeliharaan Pabrik Kelapa Sawit Berdasarkan Pengendalian Biaya dan Kehandalan Mesin
9.Pengendalian dan Pemanfaatan Limbah Pabrik Kelapa Sawit
10.Manajemen dan Teknik Pencegahan Kecelakaan Kerja dan Kerusakan Aset Pabrik
11.Pengoperasian dan Pemeliharaan Boiler dan Turbin di Pabrik Kelapa Sawit
12. Manajemen Energi di Pabrik Kelapa Sawit
13. Sertifikasi Asisten dan Mandor Pabrik Kelapa Sawit
14. International Financial Reporting Standards (IFRS) Perusahaan Perkebunan
15.Best Practices Internal Auditing Perusahaan Perkebunan
16.Peningkatan Kompetensi KTU dan ATU Perusahaan Perkebunan.
17.Pengendalian Biaya Perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit

Consultancy
1. Technical Assistant for Improvement Palm Plantation and Palm Oil Mill
2. Integrated Solution to Improve Performance of Palm Plantation and Palm Oil Mill
3. Advanced Quality System for Palm Plantation
4. ISO series (9001,14000 etc)
5. OHSAS 18001 dan SMK3

Ini yang Bikin Industri Sawit Susah Berkembang

>> Sabtu, 19 November 2011

Shutterstock Pohon kelapa sawit.

BANDUNG, KOMPAS.com - Direktur PT Astra Agro Lestari Tbk, Santosa, mengungkapkan tantangan terbesar bagi industri kelapa sawit untuk berkembang saat ini adalah anggapan, bahwa kelapa sawit merusak lingkungan.

"Jadi, kalau 5 juta incremental demand itu harus dipenuhi oleh kelapa sawit, maka seluruh dunia itu minimal setiap tahun menanam kelapa sawit satu juta hektar.
-- Santosa"

"Pada saat menanam sama dengan investasi, pasti kan ada minusnya. Gali, tanam, supaya gembur. Sama seperti investasi minus dong, tidak ada orang investasi yang nggak minus. Tapi, 30 tahun ke depan (kelapa sawit) ini akan menyerap Co2 (karbondioksida) dan mengembalikannya dalam bentuk oksigen," ucap Santosa kepada KOMPAS.com usai menghadiri acara workshop wartawan pasar modal, di Bandung, Jumat (18/11/2011).

Menurut dia, industri kelapa sawit terus tumbuh seiring pertumbuhan jumlah penduduk. Hal ini karena minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil) banyak dimanfaatkan, mulai untuk kebutuhan sehari-hari hingga industri. Ia menambahkan, dalam 10 tahun terakhir ini tingkat permintaan kelapa sawit paling rendah 3,5 juta ton per tahun. Atau, rata-rata permintaan sekitar 5 juta ton per tahun dan setiap hektar lahannya menghasilkan kira-kira 5 ton.

"Jadi, kalau 5 juta incremental demand itu harus dipenuhi oleh kelapa sawit, maka seluruh dunia itu minimal setiap tahun (menanam kelapa sawit) satu juta hektar," tambah dia.

Tetapi, terang dia, penanaman tertinggi yang pernah dilakukan di seluruh dunia itu hanya 750 ribu hektar per tahun.

"Jadi, kalau growth penduduk dunia sama dengan 10 tahun terakhir, which is tidak mungkin kan, jumlah jiwa saja sudah 7 miliar (sekarang). Maka, setiap tahun itu di dunia ini harus ada satu juta hektar lahan yang dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit," kata Santosa.

Namun, melakukan konversi lahan kelapa sawit bukan persoalan mudah. Menurut dia, ada permintaan dari negara-negara maju untuk mengubah komoditi dari kelapa sawit ke tanaman lain, seperti rape seed, bunga matahari, dan soy bean. Semata-mata karena anggapan kelapa sawit merusak lingkungan.

"Nggak ada pengganti lain yang seproduktif ini," ucap Santosa.

Ketakutan barat

Ia menuturkan, produktivitas ketiga komoditi pertanian itu hanya 0,5 ton per hektar, atau hanya sepersepuluh dari kelapa sawit. Santosa menuturkan, ada ketakutan dari negara maju jika pelaku industri di Indonesia terus menambah lahan. Karena memang, kata dia, dibutuhkan penambahan sepuluh kali lipat dari yang ada sekarang.

"Itu yang membuat mereka (negara maju) takut," ujarnya.

"Bayangkan, kita hanya menanam 600 ribu hektar. (Dan) pada saat itu, Malaysia hanya menanam 150 ribu hektar, jadi total 750 ribu hektar, dibilang merusak. Padahal, di waktu yang sama, mereka sendiri mengkonversi untuk penanaman kedelai baru 3 juta," ujar Santosa.
sumber: kompas.com

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Back to TOP